Monday, May 30, 2011














Data buku:

Judul Buku : Putihkan Internet - Santri Indigo CSR TELKOM-REPUBLIKA
Jakarta: Harian Republika, 2010
ii + 189 halaman 20,5 x 13,5 cm


Putihkan Internet :Gerakan Netizen dari Komunitas Pesantren

(Oleh : Slamet Riyanto)

Buku yang terdiri dari enam bagian ini mengingatkan kembali perspektif pesantren terhadap perjalanan bangsa Indonesia dari masa penjajahan, perjuangan, bahkan perannya di era teknologi ini. Apa yang harus dilakukan oleh komunitas pesantren dalam menghadapi perkembangan teknologi? Bagaimana kesiapan pemerintah dalam menghadapi era masyarakat netizen, dan upaya-upaya untuk menipiskan kesenjangan teknologi di negeri ini?.

Bab pertama buku ini mengulas sejarah dan peran pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Disamping itu pesantren juga sebagai salah satu kekuatan utama dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebagai lembaga yang menjunjung nilai-nilai keagamaan, pesantren telah ikut memberi warna dalam perjalanan bangsa ini sejak jaman perjuangan melawan Belanda, pada masa kemerdekaan, sampai kondisi bangsa terkini. Dari pesantren telah banyak melahirkan pemimpin bangsa.

Pada bab kedua buku ini memaparkan berbagai contoh kesenjangan penguasaan teknologi di Indonesia. Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan tak bisa dibendung lagi, namun di Indonesia penyebarannya belum begitu merata. Banyak kendala yang harus diatasi, luasnya negara Indonesia dan banyaknya pulau menjadi salah satu alasan teknologi belum bisa dinikmati secara merata oleh bangsa Indonesia.

Telkom sebagai mesin utama dalam dunia teknologi informasi merasa bertanggungjawab terhadap kenyataan kesenjangan ini. Hal utama yang dilakukan adalah dengan membangun infrastruktur yang diberi nama Palapa Ring. Mega proyek ini menggelar jaringan serat optik nasional yang akan menjangkau 33 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Sedangakan untuk pengembangan sumberdaya manusia Telkom mengembangkan ‘Ma syarakat Digital’ dengan program perluasan akses internet dan Indigo Creative.

Untuk komunitas pesantren, Telkom menggandeng REPUBLIKA menggelar program Santri Indigo. Program itu pada intinya memberikan pelatihan internet kepada santri. Harapannya, kelak para santri alumninya bisa melakukan dakwah bukan saja lewat syiar konvensional tetapi juga lewat internet. Inilah salah satu upaya yang dilakukan untuk menipiskan kesenjangan penguasaan teknologi bagi bangsa ini.

Pada bagian tiga buku dengan ketebalan 189 halaman ini mengulas dilema masuknya teknologi khususnya internet di lingkungan pesantren. Secara gamblang buku ini menjelaskan mengapa alat komunikasi internasional yang dianggap sebagian masyarakat sebagai sarang kemaksiatan ini layak dipelajari oleh para calon da'i di pesantren.

Ibarat pisau bermata ganda, demikian sebutan untuk internet, bisa digunakan untuk hal-hal yang positif, konstruktif, namun juga bisa untuk hal yang negatif. Kehadiran internet tidak untuk ditolak dan dijauhi, namun harus kita dekati, dipelajari dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat.

Paradigma masyarakat bahwa internet sangat dekat dengan pornografi tidak salah, namun masih terbuka lebar peluang untuk mengubah internet menjadi sumur pengetahuan bahkan sebagai media dakwah.

Bagaimana caranya? Para santri yang juga sebagai calon da'i harus menguasai teknologi termasuk internet, lalu membanjiri internet dengan konten-konten yang bermanfaat, filtering terhadap konten 'sampah' harus dilakukan, dan peran pemerintah sangat diperlukan dengan berbagai kebijakan dan peraturan.

Selain itu upaya untuk menandingi konten negatif di internet, diperlukan gerakan massa (Mass Action) dengan cara membanjiri internet dengan informasi berkwalitas.

Di Indonesia terdapat 45 juta orang telah menjadi penduduk internet, dan 64% diantaranya berusia muda (15-19 tahun), mereka itulah yang biasa disebut sebagai generasi Netizen, artinya generasi yang ketika lahir telah mengenal teknologi informasi. Diantara para penduduk internet Indonesia itulah juga terdapat para santri.

Bagi para santri, jangan larang mereka untuk mengeksplor sesuatu yang mereka ingin tahu di internet, namun bekali kepada mereka, dampak negatif dan positif nya. Dengan begitu para santri akan tahu, apa resiko dari tindakan mereka. Internet adalah fenomena baru bagi para santri untuk berdakwah, karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dakwah santri di dunia maya relatif lebih murah namun dengan jangkauan yang lebih luas, karena akan dibaca oleh penghuni internet dari berbagai belahan dunia.

Buku yang juga merangkum testimoni dari para kiai dan ustad tentang pentingnya internet di pesantren sebagai media dahwah ini juga memaparkan secara matematis pentingnya memutihkan internet. Lebih 1000 santri telah dilatih dan dibekali pengetahuan internet, 800 weblog telah dibangun, dan mereka siap memutihkan internet.

Dari 14 motivator yang pernah mengajar dalam pelatihan Santri Indigo, mereka juga sepakat untuk memanfaatkan teknologi internet dan mengisinya dengan konten positif. Bahkan Prof Jimly Asshidiqie mantan ketua MK dengan tegas mengatakan bahwa kemajuan teknologi seperti sekarang mempermudah kita menggali ilmu dan kesempatan belajar makin terbuka. Karena itulah santri harus membuka diri terhadap teknologi,’’ . Jika tidak, santri akan tergilas zaman.

Namun upaya mengubah internet menjadi media pembelajaran yang positif perlu kerjasama antara pemerintah, lembaga pendidikan, penyandang dana, dan masyarakat secara luas.
Mari kita manfaatkan internet karena Internet Adalah Kekuatan Baru Sistem Komunikasi masa depan.

(http://santri-indigo.blogspot.com/2011/04/resensi-buku-putihkan-internet.html)

0 comments: